Pada umumnya orang tua menyekolahkan anak-anaknya ke PAUD ataupun Taman Kanak-kanak tentunya berharap nantinya ketika akan memasuki usia masuk Sekolah Dasar SD sudah mahir dan pandai dalam membaca menulis dan berhitung.
Karena memang tidak sedikit juga SD favorit untuk bisa masuk dan sekolah di SD anak sudah harus bisa membaca menulis dan berhitung sehingga orang tua banyak berharap di TK maupun PAUD (Pendidikan Anak usia Dini) sudah mulai diajarkan tentang calistung.
Calistung Tidak Diperbolehkan Dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, calistung tidak diperbolehkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini. Sebab, idealnya anak-anak murid siswa pada usia PAUD hanya dikenalkan huruf dan angka tanpa harus dipaksa membaca dan berhitung.
"Bukan masalah calistungnya, tapi bagaimana cara mengenalkan membaca dengan memberi stimulasi halus motoriknya," papar Aries Susanti selaku praktisi PAUD seperti yang dilansir dari Tempo terkait dengan pemberitaan "Murid PAUD Dilarang Belajar Calistung"
Aries mengatakan, pada anak usia dini yang notabene berada pada periode emas tumbuh kembang anak sangat penting dikenalkan pada keaksaraan. Karena pada periode emas tersebut otak akan paling banyak menyerap apa yang dilihat dan didengar oleh anak.
"Mengenalkan keaksaraan pada anak adalah dengan mengenalkan aksara yang berhubungan dengan dirinya sendiri terlebih dahulu seperti mengenalkan cara menyebut nama anak sendiri, nama orangtua, saudara dan teman-temannya," jelasnya
Ella Yulaelawati selaku Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PAUDNI-Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa banyak PAUD yang menerapkan calistung karena tuntutan dari orangtua.
"Seharusnya para guru menyampaikan kepada orangtua bahwa anak usia PAUD tidak seharusnya dibebankan membaca dan berhitung. Membaca dan berhitung seharusnya dimulai pada jenjang SD,"
Kritik terhadap sistem pembelajaran PAUD di beberapa tempat juga pernah disampaikan Ketua UKK Tumbuh Kembang - Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Eddy Fadlyana.
Menurut dia, PAUD itu sangat identik dengan stimulasi, dan stimulasi itu identik dengan bermain. Sehingga apa pun kegiatan yang dilakukan dalam PAUD, kontennya haruslah bermain.
"Pembelajaran pendidikan yang diberikan di PAUD seharusnya hanya sebatas menanamkan nilai dasar, konsep dasar dan ketrampilan dasar untuk mempersiapkan anak-anak masuk taman kanak-kanak,"
Berdasarkan pada aturan hukum yang diatur dalam Permendiknas RI No. 58 TAHUN 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 4 tingkat pencapaian terkait dengan kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu:
- Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri.
- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.
- Membaca nama sendiri.
- Menuliskan nama sendiri.
Berdasarkan Permendiknas ini, kemampuan tertinggi yang diharapkan dari anak murid lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri. Inipun cukup nama pendek, sekedar mengenali namanya dan memberi nama lembar kerjanya.
Untuk mendukung aturan ini, Dirjen Dasmen mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor 1839/C.C2/TU/2009 Perihal : Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar.
Ada 3 hal yang ditekankan dalam surat edaran ini, yaitu antara lain :
- Pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung.
- Pendidikan di TK tidak diperkenankan memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak didik dalam bentuk apapun.
- Setiap sekolah dasar (SD) wajib menerima peserta didik tanpa melalui tes masuk.
Mengapa pemerintah melarang pengajaran calistung secara langsung? Apa ruginya anak belajar calistung? Bukankah hal ini membantunya menguasai pelajaran SD? Bukankah makin terpakai otak, makin meningkat kecerdasannya?
Secara ringkas, pertanyaan-pertanyaan di atas telah dijawab oleh Direktur PAUD Kemdikbud, Sudjarwo Singowijoyo. Seperti informasi yang lansir dari SuaraIslam dengan judul pemberitaan "Bahaya Lho Ngajarin Calistung Pada Anak PAUD"
Beliau mengatakan bahwa :
- Memaksa anak usia di bawah lima tahun (balita) menguasai calistung dapat menyebabkan si anak terkena 'Mental Hectic’, yaitu anak menjadi pemberontak.
- Penyakit itu akan merasuki anak di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD).
Memaksakan anak menguasai calistung pada usia dini justru akan merusak kecerdasan mentalnya. Ia mungkin tampak jenius secara kognitif, namun fungsi otak lainnya akan terganggu.
Otak manusia tidak hanya berfungsi untuk mengolah informasi kognitif, namun juga nalar dan karakter (akhlaq). Apabila kemampuan nalar dan akhlaq rendah, maka kemanusiaan akan jatuh pada titik nadir.
Apakah anak usia dini sama sekali dilarang belajar calistung? Belajar calistung secara tidak langsung diperbolehkan. Contohnya adalah :
- Melihat ibunya menghitung gelas untuk menjamu tamu.
- Melihat kakaknya menikmati membaca buku.
- Menghitung jumlah anggota dalam sebuah permainan kelompok.
Daripada sekadar kemampuan calistung, yang terpenting sebetulnya adalah kemampuan dia bersosialisasi, berinteraksi, dan menjadi semakin mandiri. Bagaimana pendapat sahabat-sahabat tentang hal ini...???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar